Friday, July 8, 2011

I am Back...because u are need me....i am back because u love me.....BACK TO Me....My Sweet Heart...

Wednesday, March 23, 2011

Danger..!!!...volcanic eruption.

Volcanic eruptions are considered the most dangerous form of natural disaster. Burning red lava flows do not provide enough time to escape. Responsible for the great sacrifice you will find a list of countries and regions are threatened by an active volcano. Besides the direct loss of life and weather anomalies, eruption caused widespread changes in climate conditions, often take several years to return to normal.

10. Mount Vesuvius, Italy (3,360 deaths in August 24 AD 79)





9. Mount Vesuvius, Italy (3,500 deaths in December 1631)





8. Galunggung, Indonesia (4,011 deaths in 1882)





7. Kelut, Indonesia (5,110 deaths in 1919)



6. Laki, Iceland (9,350 deaths in 1783)





5. Mount Unzen, Japan (14,300 deaths in 1792)





4. Mount Ruiz, Colombia (25,000 deaths in October 1985)





3. Mount Pelee, Martinique (30,000 deaths in April-May 1902)



2. Krakatoa Volcanic Island, Indonesia (36,417 deaths in August 1883)



1. Mount Tambora, Indonesia (92,000 deaths in the April 1815 eruption)



Wednesday, February 23, 2011

Its not 28 but its 30 day

In the Gregorian calendar, February consist of 28 or 29 days. But three times in history, there has been instances where in some countries, the month has 30 days.

Swedish territory (which then included Finland), plans to replace the Julian calendar into Gregorian calendar began in 1700 to abolish leap day for 40 years. Therefore, 1700 is not a leap year in Sweden, but the years 1704 and 1708 are leap years beyond the plan. This leads to the Swedish calendar be a day faster than the Julian calendar but still 10 days behind the Gregorian calendar. Confusion is reduced when in the year 1712, two days intercalary added, has resulted in the 30 February. The same day in the Julian calendar February 29 and 11 March in the Gregorian calendar. Substitution of Sweden to the Gregorian calendar finally done in 1753.

In 1929, the Soviet Union introduced a Soviet revolutionary calendar in which every month has 30 days and the remaining 5 or 6 days does not form part of any month and a day off. Therefore, the years 1930 and 1931 have a turnover February 30 but was canceled in 1932 so again following the normal calendar.

Sacrobosco, a scholar of the 13th century claim that the Julian calendar February had 30 days in leap years from 44 BC to 8 AD when Emperor Augustus memepersingkat February to August, which is called by its name has a length equal to the month of July (which named after his predecessor Julius Caesar). Yet there is no historical evidence about it and most likely this is just an old myth.

Monday, February 21, 2011

The Heaven is Dodola Island

Dumped like heaven to earth. The island was named Dodola heavenly. Located on the island of Morotai, North Maluku, Dodola Island consists of two islands. Pulau Besar and Pulau Dodola Dodola Small.

Kala low tide, connects the two islands by white sand stretching. A pattern seemed magical, distant streaks along the sand connector. Strokes that arise due to the wind and waves. From the Great Dodola it took about five minutes walk to reach the Dodola Small.

In addition to connecting the two islands of sand, sea water receded revealing the reefs full of seaweed. Conversely, at high tide, Dodola was divorced into two islands, separated by sea water like a strait.

Dodola Island fits into snorkeling and diving locations. But as a place to simply look chic beach sunbathing was so compelling. Be sure to swim because the water is so blue it is tempting myself to plunge into the warm sea water.

How women who primp, earth Dodola dress with white powder. Yes, white sand on Dodola very soft, almost similar to the powder or flour. Dodola is a beautiful virgin. Nan uninhabited island deserted. Only the occasional fisherman who stopped off fatigue.

I had met two fishermen who were fishing at sea. They took a break on the island of Dodola. Typical or traditional motorized boat parked on the beach Moluccas. If you want to come to the beautiful island, you can ride Ketingting.

"Fifty thousand each way," so said one fisherman. You can also hire a speedboat to reach the island Dodola. However, motorized ride while experiencing a rush of course give the impression they fished deeper.

In Small Dodola absolutely no human touch. Unlike the Big Island Dodola which has a kind of wooden pier and building villas. However, the villa is left untreated and neglected. The district government is planning to develop the island as a tourist attraction complete with lodging right on the beach.

District Morotai cluster itself consists of more than thirty islands. Most are small islands are uninhabited. Morotai renowned as a historic site that played a major role in World War II. Japanese and allied forces had fought on the island. Hence, both camps have headquartered.

Until now, the remaining historic relics can still be seen clearly on the seabed. Therefore, activities like diving on Morotai combines nautical tourism with the tourism history. Word, the original diver Morotai, said, there are 13 points of existing marine heritage.

"The five locations the existing documentation. The rest are still in the form of folklore, so it has not been proven," said Firman. The sites in Wawama, Totodaku, Mira, Buhobuho, and sea between Dodola with Kelerai.

"In Wawama and Totodaku, no allied aircraft and jeeps. If in Mira no shipwreck. In Buhohubo and near Dodola no fighter," he said. Word is determined to continue to dive for sea uncovers Morotai which holds the remains of World War II.

see the picture
http://kcdn4.stat.k.kidsklik.com/data/photo/2011/02/19/1412536620X310.jpg
http://kcdn1.stat.k.kidsklik.com/data/photo/2011/02/19/1411565620X310.jpg
http://kcdn2.stat.k.kidsklik.com/data/photo/2011/02/19/1413464620X310.jpg
http://kcdn4.stat.k.kidsklik.com/data/photo/2011/02/19/1417023620X310.jpg

Wednesday, December 15, 2010

Underground Secret Dining


Wow... Pesta Teh di Kuburan


Ratna Somantri mempersiapkan teh di Musoleum OG Khouw.
TERKAIT:

Layanan pesan singkat yang masuk ke ponsel saya, Sabtu (11/12/2010), sangat pendek: "TPU, Petamburan, Slipi". Saat itu saya sedang menanyakan lokasi acara kuliner yang akan saya hadiri. Saya hanya bisa mengernyit heran saat membaca SMS tersebut. Karena tak percaya, saya pun membalas untuk menanyakan apakah TPU itu. Jawabannya lagi-lagi pendek: "Taman Pemakaman Umum". Acara kuliner di kuburan? Itu yang ada di benak saya dan sebagian besar peserta yang hadir di acara Underground Secret Dining (USD).

Ini yang paling gila. Idenya di kuburan.
-- Pauline

Lisa Virgiano bersama temannya Sari Hartono, mendirikan Azanaya karena kegemaran mereka pada makanan dan keinginan untuk berbagi hasrat pada kuliner. Azanaya sudah menyelenggarakan USD sejak Mei 2009. Total sudah ada 17 USD yang telah digelar dengan topik kuliner Indonesia yang berbeda-beda. Acara kuliner tersebut mereka adakan untuk para petualang gastronomi. Tujuannya untuk memanjakan citarasa dan membangkitkan apresiasi budaya serta sejarah yang terdapat di balik kekayaan kuliner Indonesia.

&l

Menurut Lisa, USD merupakan sebuah gerakan global yang tengah ramai dilakukan di berbagai belahan bumi. Kota-kota besar seperti Buenos Aires, Los Angeles, Shenzhen, New York, London, Sydney, dan Hongkong telah melakukan USD dengan sukses. Keunikannya adalah semangat kebersamaan saat menikmati santapan. Karena itu peserta dibatasi dengan maksimun 50-60 orang. Selain itu peserta hanya boleh membawa satu orang teman saja, supaya bisa berbaur dengan peserta lainnya.

Tak hanya dari segi peserta, titik berat USD adalah acara apresiasi makanan dan minuman di tempat-tempat yang tidak lazim. Para peserta akan berkumpul di tempat-tempat yang sebelumnya dirahasiakan. Mereka nantinya mencicipi aneka hidangan hasil karya para pengisi acara. Para koki ini bisa saja ibu rumah tangga yang doyan masak, ahli kopi, sampai juru masak profesional.

Di Jakarta, Azanaya mengadakan USD secara rutin tiap bulan dengan menampilkan kekayaan kuliner Indonesia. Tempat icip-icipnya pun tak biasa, yaitu rumah seorang ibu rumah tangga. Satu lagi yang membuat misterius, pihak Azanaya tidak akan memberitahukan tema kuliner maupun tempatnya pada para peserta. Peserta baru tahu informasi detail lokasi hanya dua hari sebelum acara. Sementara tema kuliner baru bisa diketahui setelah peserta berada di tempat.

Pada 11 Desember 2010, pilihan lokasi USD makin aneh saja, yaitu kuburan. Acara yang berlangsung di TPU Petamburan, Slipi, Jakarta tersebut dihadiri sekitar 20 peserta. Lokasi persisnya berada di Musoleum O.G. Khouw. Musoleum atau bangunan megah yang berdiri untuk melindungi makam tersebut adalah makam O.G. Khouw beserta istrinya. O.G. Khouw merupakan seorang tuan tanah Tionghoa kaya yang meninggal di tahun 1927. Kubah besar nan tinggi berwarna hitam tersebut sudah tampak dari kejauhan. Saat didekati barulah terlihat warna hitam tersebut ternyata batu marmer.

Peserta berkumpul di dalam Musoleum mengelilingi makam O.G. Khouw dan istri. Tampak sebuah meja berisi poci-poci kecil dan daun teh. Hilanglah rasa penasaran, pasti topik kuliner yang diangkat kali ini adalah teh. Teh konon berasal dari daratan China dan TPU Petamburan dikenal masyarakat sekitar sebagai kuburan China. Menurut Liza, kali ini USD bekerja sama dengan komunitas Love Our Heritage yang selama ini telah membersihkan dan merawat Musoleum O.G. Khouw. Peserta di awal acara pun melakukan tur singkat keliling musoleum dan juga seputar area TPU Petamburan yang kaya akan sejarah. Selama tur, peserta mendapatkan penjelasan dari Adjie Hadipriawan, anggota Love Our Heritage.

Tepat saat tea time, Ratna Somantri pendiri Komunitas Pecinta Teh memberikan penjelasan mengenai teh. Tak hanya itu, ia pun membawa berbagai macam teh dan menunjukan cara penyuguhan teh yang benar. Ternyata ada berbagai macam teh yang berasal dari berbagai belahan dunia. Bahkan ada teh yang berharga sampai jutaan. Ratna sempat menunjukkan Pu Erh Tea yang disimpan selama bertahun-tahun dan dikompres hingga berbentuk seperti kue bulat. Hadir pula Alexander Halim salah satu dari sedikit produsen Indonesia yang memproduksi Teh Oolong organik. Ia memberikan penjelasan cara produksi Oolong teh mulai dari perkebunan, pemetikan, sampai pengolahan.

Selesai penjelasan, para peserta dapat langsung mencicipi aneka teh yang terdiri dari White Tea Indonesia, Darjeeling, Genmaicha, Oolong Tea, dan Summer Punch. Tak ketinggalan, sajian ala English Afternoon Tea berupa kue-kue teman minum teh seperti Scone dengan krim keju dan selai buatan sendiri, Cheese Patty Sandwich, Apple Salad Sandwich, dan Tomato Basil Garlic Sandwich. Liza menerangkan bahwa kue-kue ini merupakan karya Lina dan Rizal yang baru saja lulus dari sekolah tinggi pariwisata. Pemilihan kue tak sembarangan, sebelumnya dipilih secara selektif melalui food tasting.

"Food tasting memang sudah menjadi prosedur kita untuk menentukan apa yang akan kita tampilkan," tutur Liza. Kue andalannya adalah Earl Grey Cookies yang dibuat dari teh Earl Grey serta Fruit Cake dari teh melati dan buah kiwi. Kedua kue ini menjadi favorit para peserta.

Bambang salah satu peserta yang baru pertama kali ikut USD datang bersama istrinya. Ia mengaku kaget saat diberitahu bahwa lokasinya ada di kuburan.
"Tapi acaranya sangat menarik, saya mau ikut lagi yang bulan depan," kata Bambang.

Sementara itu, Pauline salah satu peserta yang hadir dalam acara USD di TPU Petamburan menuturkan bahwa dirinya telah mengikuti semua 17 USD yang diselenggarakan Azanaya.

"Ini yang paling gila. Idenya di kuburan," katanya sambil tertawa saat ditanyakan mana yang paling berkesan dari semua USD yang telah diikutinya.

Pauline memang doyan makan dan ia ikut USD pertama kali karena penasaran.

"Tapi kalau sudah ikutan sekali, akan ketagihan," ujarnya.

Liza menceritakan bahwa ia dan Sari awalnya adalah penggemar makanan. Ia melihat makanan Indonesia beraneka ragam dan yang paling mencerminkan kuliner Indonesia adalah makanan rumahan. Karena itu mereka pun mengagas USD Jakarta yang mengambil lokasi dari rumah ke rumah dan dengan juru masak ibu rumah tangga dari rumah tempat acara berlangsung. Perkembangan selanjutnya, USD tidak hanya berlangsung di rumah saja. Tapi mengambil tempat seperti tempat kemping, rumah sakit, sampai pura.

"Kita juga ingin buat acara gastronomi dengan tempat unik, bukan restoran atau hotel. Tempat-tempat yang belum banyak orang tahu atau tempat-tempat terpinggirkan tapi belum tentu tidak menarik," jelas Liza.

Beberapa tema kuliner yang pernah diangkat di USD antara lain masakan khas Tangerang Peranakan, Ternate, Betawi, Singaraja Bali, Kerajaan Palembang, Makasar dan masih banyak lainnya. USD juga pernah menghadirkan chef muda dari sekolah pariwisata di Agustus 2010 yang mengangkat tema kontemporer kuliner Indonesia. Jadi teknik masak dan penyajian makanan Indonesia dibuat ala internasional.

"Kalau ada mahasiswa sekolah pariwisata yang bersedia bisa ikutan. Ini bisa jadi ajang mereka untuk praktek," ungkap Liza.

Para mahasiswa ini nantinya praktek langsung seakan-akan sedang membuka restorannya sendiri dan berhadapan dengan pelanggan sungguhan. Salah satu USD mengangkat tema masakan Tapanuli, Sumatera Utara. Peserta dapat menikmati aneka hidangan seperti Tapanuli Naniura, Ikan Mas Arsik, Lomok-Lomok, dan masih banyak lainnya. Semua ini dimasak ala masakan rumahan karena memang benar-benar diolah oleh seorang ibu rumah tangga asal Batak.

Untuk dapat mengikuti USD, biayanya memang lumayan merogoh kocek yaitu Rp 148.000. Liza menuturkan harga tersebut karena makanan yang disajikan terdiri dari 5-6 jenis. Selain bukan makanan sembarangan dan tak biasa, bahannya didatangkan langsung dari daerah masing-masing. Tentu saja biaya lainnya untuk para pengisi acara yang sudah bersedia masak bagi peserta. Seperti acara arisan, peserta boleh mengambil sisa makanan untuk dibawa pulang.

USD yang berikutnya akan diadakan pada 9 Januari 2011. Tema dan lokasinya tentu saja masih rahasia. Liza sama sekali tidak mau memberikan petunjuk selain tanggal. Informasi yang sangat minim dan membuat penasaran.

Powered by Blogger